Minggu, 16 Oktober 2011

Shuttle Bus Bandara

Minggu ini Saya ingin berbagi pengalaman mengenai naik shuttle bus bandara Soetta (Soekarno Hatta). Berawal cerita dari perintah kerja selama 3 hari ke Pekanbaru. Saya memutuskan untuk menggunakan mobil pribadi perjalanan dari rumah menuju ke airport. Dengan harapan untuk menghemat biaya dan waktu.

Catatan:
1. Biaya taksi dari rumah ke airport adalah 120 ribu rupiah (kalau jalanan lancar) ini belum termasuk ongkos panggil tidak resmi 25 ribu dari pull Lippo Karawaci.
2. Disaat pulang, sering terjadi antrian/daftar tunggu taksi yang panjang di kedatangan. Yang terkadang harus menunggu 30 menit hingga 1 jam. Maklum Saya takut menggunakan taksi yang kurang ternama. Untuk itu, Saya selalu pilih Blue Bird dan Gamya. Bila kedua taksi tidak tersedia Saya baru memilih Silver Bird (premium). Untuk dari bandara ke rumah, ongkosnya sangat bervariasi dari 180 ribu hingga 400 ribu.

Seperti biasa 'start' dari rumah pukul 6, Saya mengantar anak pertama ke sekolah terlebih dahulu kemudian berangkat ke menuju ke airport. Kemudian Saya berencana mengambil jalur tol Puri Kembangan. Saya melaju santai saja maksimal kecepatan seperti biasa hanya 80 km/jam.

Catatan:
Sangat riskan bila mengambil jalur pintu belakang bandara untuk pagi karena kondisi macet sekali.

Ohya, jadwal penerbangan Saya menggunakan GA172 berangkat pukul 10:50. Jadi Saya harus tiba dibandara pukul 9. Sesampai masuk sekitar pukul 8 di pelataran parkir terminal 2 terutama parkir inap ternyata terpampang papan pengumuman kalau parkir dinyatakan penuh. Wah... Jadi mulai terasa panik. Menurut petugas jaga parkir yang menghampiri Saya dia bilang ada renovasi di lahan parkir inap ini. Mereka berencana untuk melakukan penambahan aspal di parkiran. Syukurlah kalau ada rencana renovasi ... Memang selama ini terasa lahan parkir ini terlihat kurang rapi terkadang was2 juga sih kalau melihat kondisinya. Sayangnya petugas itu menunjuk agar mobil Saya di parkir dilain tempat dekat kantor, katanya. Setelah menuju lokasi depan kantor ternyata tidak dilengkapi pagar pembatas sama sekali. Perasaan Saya makin PANIK.
Kenapa informasi ini tidak tersedia, ya? Saya tidak bisa membayangkan apabila tadi Saya berangkat agak siang. 
Mohon agar bisa diinformasikan kondisi parkir inap di radio, online atau koran.

Akhirnya Saya memutuskan untuk membatalkan Saja. Langkah pertama langsung ku telpon istri ku... Biar mendinginkan situasi. Kemudian baru terpikir untuk mencoba parkir di terminal 1. Waktu sudah menunjukkan pukul 8:30. Setelah sampai di terminal 1 kondisi tidak semakin baik ternyata karena parkir inap penuh juga. Untungnya Saya memilih di terminal 1C lokasi Sriwijaya air. Masih tersedia untuk 1 mobil Saja. Alhamdulillah ....
Saya kemudian bergegas menuju ke pinggir terminal menanyakan ke security bandara dimana lokasi shuttle bus ternyata tak jauh. Jadwal shuttle bus ini setiap 15 hingga 30 menit. Saat menaiki dari terminal 1 kondisi penuh diisi oleh petugas/karyawan yang bekerja di bandara.
Disini Saya ingin menyarankan agar Shuttle Bus mengutamakan penumpang pesawat yang memang menuju ke airport berikutnya. Disaat itu, Saya kasihan melihat Ibu2 yang harus rela berdiri ditangga dengan membawa tas berat sekali. Apalagi Ibu ini adalah salah satu TKI (pahlawan devisa) kita yang akan menuju ke arab saudi.
Syukurlah sesampai di terminal dua masih pukul 9:20 menit. Apalagi jadwal pesawat GA172 ditunda 20 menit tanpa alasan yang jelas.

Sepulang dari Pekanbaru, Saya harus menuju ke area keberangkatan untuk menunggu halte shuttle bus ini. Pesan dari petugas security, agar bersabar karena bersamaan waktu sholat Magrib. Setelah menunggu selama 30 menit, Shuttle Bus akhirnya datang juga. Kondisi didalam masih lapang sekali. Kemudian datang bule2 entah dari mana... Ada sepasang suami istri berlogat orang Perancis. Ada juga dua cewek bule dengan logat Jerman. Yah terpaksa kasih tempat duduk ke dua cewek bule ini dari pada dia duduk di tepian pagar batas tempat penyimpanan tas.
Catatan Mata:
Ada petugas porter pembawa tas cewek bule ini yang setelah menaikkan tas besar mereka. Dengan santai berkata, rupiah ... rupiah ... Kok gitu sih. Apalagi Si Cewek bule ini, menyodorkan uang 50 ribu begitu saja... Tanpa tarif yang jelas. Oh betapa miskinnya sikap orang Indonesia...
Akhirnya Bus menuju ke terminal 3 terlebih dahulu kemudian terminal 1. Sungguh pengalaman yang unik minggu ini.

Senin, 10 Oktober 2011

Mau Sekolah/Kuliah ke Universitas di Jepang

Hari Minggu, 9 Oktober 2011 Saya berikut keluarga berkunjung (jalan-jalan) ke JHCC Senayan. Di bagian lantai bawah diselenggarakan pameran mengenai Informasi Sekolah/Universitas di Jepang.

Berkisar antara pukul 10 kami tiba di lokasi. Seperti biasa, Saya parkir kendaraan agak jauh dari lokasi dikarenakan takut dengan juru parkir liar (preman). Ramai sekali suasana saat itu... akan tetapi tidak se ramai kalau ada pameran komputer, telekomunikasi atau otomotif. Ternyata keramaian bukan menuju ke pameran ini melainkan disaat yang bersamaan ada acara wisuda dari sebuah Institut Ekonomi di Jakarta.

Setelah menuruni tangga sebelum masuk ke ruang pameran, kami diharuskan mengisi buku tamu. Saya, istri dan anak Saya tertua yang mengisi lampiran tersebut. Kemudian diserahkan satu plastik putih besar yang berisikan angket dan brosur. Memasuki ruang pameran ternyata Saya menjadi bingung, "Apa yang sebenarnya Saya cari?" Sekolah atau program beasiswa.
Yang awalnya, Saya sangat bersemangat untuk menghadiri pameran ini. Alhasil, Hanya tumbuh perasaan minder walaupun disesi acara seminar singkat dari EJU dari UI pun makin tambah gak berminat. Alasan yang pasti masalah usia, modal, dan kecerdasan menurun. Tetapi Saya masih mencatat, kunci untuk sekolah di Jepang ya... harus bisa bahasa Jepang.
Malah terpikir kalau enak juga bisa berbicara bahasa Jepang. Sepertinya harus mengambil kursus dulu. Memang saat ini, bisa bahasa Inggris itu sudah biasa kalau bisa bahasa asing lainnya merupakan nilai tambah.

Selepas seminar anak ku minta beli contoh2 soal ujian masuk EJU. Ternyata mereka siapkan dalam bentuk CD dengan biaya Rp 10,000. Sebelum pulang kami sempatkan untuk mengisi angket mengenai pendapat kami selama pameran ini. Namanya baru pertama kali, jadi kutulis hanya "Bingung". Sebagai imbalan pengumpul angket, mereka berikan bros cantik dengan tulisan STUDY in JAPAN.